Sinau Bareng “Entrepreneur” - Kita Muda Kita Berwirausaha Pengusaha Sejati Berawal Dari Inspirasi, Bukan Manipulasi (Oleh: Atho'illah)

 

 Entrepreneur atau wirausahawan adalah orang yang melakukan aktivitas wirausaha yang dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun manajemen operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Orang yang melakukan aktivitas wirausaha yang dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun manajemen operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Secara sederhana, pengertian entrepreneur atau disebut juga wirausahawan adalah seperti itu, untuk pengembangannya 

Nah, dalam seminar kali ini dibabahas lebih rinci, dan disajikan dalam nahan-bahan yang bisa membuat para pemuda termotivasi untuk selalu melakukan perubahan, dengan adanya semangat berbisnis yang mana dimulai dari rasa ingin tahu, dan terus mencoba,

 

Bang Atho’ sebagai pemateri menjelaskan tentang dunia bisnis dengan pembawaan yang berbeda, kata beliau biasanya setiap orang yang ingin memulai bisnis, tentu mereka akan mengawali dengan pertanyaan prodak apa yang akan dijual, dan bagaimana cara menjualnya. Hal ini sudah menjadi lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang jarang sekali terpikirkan oleh para pembisnis adalah tentang pertanyaan untuk apa kita menjual prodak tersebut.

Tidak luput juga bang atho’ mengambil dari sisi nilai keislamanya, beliau mengungkpakan Kebanyakan para pengusaha muslim yang sukses, memulai bisnisnya adalah berangkat dari sebuah inspirasi, bukan dari sebuah manipulasi. Mereka yang berangkat dari inspirasi akan berpikir dan berusaha menciptakan sebuah karya baru, atau memodifikasi karya yang sudah ada, namun dirubah menjadi semakin maju dan lebih berfaedah. Tentu hal tersebut juga dengan berbagai cara dan dengan penemuan-penemuan yang baru atas ide-ide kreatifnya.

Memulai bisnis yang berangkat dari sebuah inspirasi, biasanya akan bertahan lama dibandingkan berbisnis yang berangkat dari sebuah manipulasi. Disebut manipulasi karena ia biasanya hanya fokus dan sibuk memperkenalkan prodaknya tanpa memikirkan kualitas dan manfaatnya. Ia hanya berangkat dari sebuah pertanyaan "apa prodaknya" dan "bagaimana menjualnya". Mereka mengabaikan  pertanyaan "untuk apa berbisnis". Mereka yang tertarik dengan aliran manipulasi ini, biasanya akan lebih sibuk memamerkan prodaknya dibanding membangun jaringan bisnisnya. Aliran manipulasi ini biasanya target utamanya hanyalah ingin mendapat uang atau penghasilan sebesar-besarnya. Mereka tidak begitu memikirkan manfaat dari aspek nilai dan aspek kualitas dari sebuah prodaknya. Dari sisi psikologi, karena target utamanya adalah uang, mereka akan mempunyai rasa harap dan kecewa yang tinggi. Mereka mudah senang dan juga mudah kecewa terhadap orang lain yang dianggap target, atau kepada para pembelinya. Menggebu-gebu juga merupakan sebuah metode dalam memasarkan produknya. Memberi sebuah kepercayaan terhadap pelanggan, menjadi nomor sekian dalam bisnisnya. Yang penting hasil dan dapat uang sebanyak-banyaknya.

Sebenarnya semua itu tidak ada yang salah, karena setiap pengusaha atau pedagang mempunyai strategi yang berbeda-beda. Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa lamakah nanti ia bisa bertahan? Dan seberapa manfaatkah ia terhadap pelanggan? pertanyaan ini bukan untuk dijawab, akan tetapi untuk direnungkan sembari mengingat fakta-fakta yang telah terjadi disekitar kita. Betapa banyak perusahaan yang awalnya maju akan tetapi tidak lama kemudian mengalami kemunduran, bahkan tidak sedikit juga yang tutup dan gulung tikar. Betapa banyak pedagang-pedagang kecil yang awalnya menggebu-gebu mengenalkan prodaknya, akan tetapi tidak begitu lama mereka juga banyak yang mengalami kerugian.

Seyogyanya, bagi kita yang ingin menjalani sebuah usaha, berangkatlah dari sebuah inspirasi, mulailah dari pertanyaan "untuk atau demi apa", lalu "apa" dan kemudian "bagaimana".

Kata " iqro' " dalam Al-Quran tidak saja kita diperintah harus membaca Al-Quran, membaca buku, atau membaca sebuah pengetahuan. Akan tetapi kita juga harus pandai membaca kebutuhan pasar, kita harus pandai membaca situasi yang terjadi dimasyarakat. Lalu yang menarik lagi Al-Quran menyebutkan kata " afala tatafakkarun, afala ta'qilun, afala tubshirun" yang artinya "apakah kamu tidak berpikir? apakah kamu tidak menggunakan akalnya? Apakah kamu tidak melihat?

Menarik sekali redaksi yang digunakan untuk menyampaikan perintah berpikir dan melihat itu. Redaksi “Apakah tidak”, merupakan bentuk kritisnya Al-Quran yang sangat tajam. Ia sebenarnya sedang menyindir kita yang tak mau berpikir, merenung dan memperhatikan kehidupan. Dalam ilmu sastra Arab disebut “Istifham Inkari“. Seakan-akan Allah mengatakan “kalian kok tidak berpikir? Ayo berpikir atau pikirkanlah”.

Demikian juga dalam berwirausaha, kita juga harus pandai membaca market, kita harus cerdas membaca kebutuhan masyarakat. Jika yang dibutuhkan masyarakat adalah sebuah prodak yang berkualitas, maka kita harus memperbaiki kualitas prodak yang akan kita jual, jika mereka yang diinginkan dengan cara instan, maka kita harus menjadi pelayan yang baik dan meninggkatkan pelayanan yang memuaskan.

Sekedar menjawab "bagaimana caranya?" kiranya Rasulullah telah banyak mencontohkan dalam hal ini, begitu juga para sahabat Nabi. Diantarnya selain kita harus jujur dalam berdagang, kita juga tidak diperkenankan untuk menjegal sesama teman dagangnya. Sportif dalam berdagang adalah pintu utama untuk mendapatkan hasil yang bagus. Selanjutnya adalah memperbanyak teman, silarurrohmi adalah sangat penting, Nabi sendiri pernah mengatakan yang intinya bahwa silaturrohmi itu dapat mendatangkan rejeki. Istilahnya kalau kata orang sekarang "membangun jaringan" atau "membentuk link". Semakin kita banyak teman, maka akan semakin bertambah rejeki dan bertambah juga pengalaman, kecerdasan dalam berdagang, lobi, tawar-menawar juga akan semakin pintar. Karena diakui atau tidak, tiga unsur utama dalam perdagangan itu adalah pertama adanya pembeli, kedua adanya penjual, dan ketiga adanya tawar menawar. Maka kecerdasan negosiasi dalam berdagang juga sangat dibutuhkan dan harus kita kuasai.

Adalah Urwah Al-Bariqi, yang pernah hidup di jaman Nabi, beliau terkenal sebagai pengusaha kaya raya yang lihai dalam melobi. Keahlian negosiasi dan membagun jaringan telah diakui di kalangan sahabat pada waktu itu. Suatu ketika Rasulullah memberi uang kepada Urwah Al-Bariqi sebanyak satu dinar untuk dibelikan satu ekor kambing. Dengan uang satu dinar itu, Urwah memanfaatkan jaringan yang telah dibangunnya, lalu menemui para pedagang kambing dan terjadilah negosiasi atau tawar-menawar kambing yang akan dibelinya itu. Dengan kecerdasan lobinya itu, Urwah berhasil membeli dua ekor kambing dengan uang satu dinar tersebut. Kemudian dalam perjalanan pulang (sambil menggiring dua ekor kambing) ada seseorang yang menghampiri Urwah dan ingin membeli salah satu kambingnya itu. Karena kepandaian Urwah dalam tawar-menawar, ia berhasil menjual salah satu kambing itu seharga satu dinar. Setelah berhasil menjual satu kambing seharga satu dinar, Urwah pun datang menemui Rasulullah dan menyerahkan satu ekor kambing dan satu dinar itu sambil berkata, “Ya Rasulullah, ini kambingmu dan ini uangmu.”

Tentu Rasulullah pun merasa heran dan bertanya “Bagaimana kamu bisa melakukan semua ini?” kemudian Urwah menceritakan kisahnya tersebut. Lantaran kelihaiannya itu, Rasulullah mendoakan Urwah dengan mengucapkan “Allahumma Barik lahu fii Safqati Yaminihi (Ya Allah, berkahilah dalam setiap transaksi jual belinya)". Dikisahkan juga dalam kitab Sunan Al-Tirmidzi bahwa setelah Urwah mendapatkan doa tersebut dari Rasulullah, kemudian ia pergi ke suatu tempat di Kufah untuk membangun jaringan kembali dan membuka usaha, sehingga ia mendapatkan penghasilan yang banyak disetiap transaksinya, sehingga ia menjadi penduduk Kufah yang paling kaya pada waktu itu. Dan menariknya, kekayaan Urwah Al-Bariqi ini selalu ia gunakan untuk kepentingan umat Islam saat itu, beliau juga dikenal sebagai orang yang baik dan dermawan. Kepandaiannya dalam bernegosiasi digunakan sebaik-baiknya dan juga demi kemaslahatan umat Islam.

Masih dalam kata "inspirasi" seperti yang disebut di awal, bahwa orang-orang yang berwirausaha berangkat dari sebuah inspirasi biasanya akan tahan lama, memberi sebuah kepercayaan terhadap pelanggan adalah nomor satu, dan pelayanan dari hati menjadi modal utama dalam menjaga para pelanggannya. Mereka tidak sama sekali  mengabaikan unsur terpenting dan paling utama dalam bisnis yaitu  "untuk apa berbisnis". Justru mereka mempunyai tujuan khusus selain mendapatkan sebuah hasil berupa uang. Tujuan khusus itu adalah untuk menggapai ridho Allah.

Mereka yang berangkat dari sebuah inspirasi lebih cendrung meyakini bahwa setiap usaha harus selalu melibatkan Allah. Rejeki yang diperoleh hanyalah titipan dari Allah, maka tak heran jika mereka yang menganut aliran inspirasi, mereka juga senang bersedekah kepada hamba-hamba Allah. Abdurrohman bin Auf dan Utsman bin Affan misalnya, beliau terkenal sebagai pengusaha sukses yang juga sangat dermawan pada jaman Nabi saat itu. Sedekah bagi mereka penganut aliran inspirasi, merupakan sebuah ladang untuk menyuburkan sebuah rejeki.

Itulah sebabnya mengapa kita banyak melihat pengusaha sejati yang sukses itu tidak lain adalah karena mereka berangkat dari sebuah inspirasi, bukan manipulasi.

 

 

 

Belum ada Komentar untuk "Sinau Bareng “Entrepreneur” - Kita Muda Kita Berwirausaha Pengusaha Sejati Berawal Dari Inspirasi, Bukan Manipulasi (Oleh: Atho'illah)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel